Head Line Terkini

Proses Kelahiran Anak Krakatau dan Catatan Tsunami

Pada hari Senin, 27 Agustus 1883, tepat jam 10.20, terjadi ledakan pada gunung tersebut. Menurut Simon Winchester, ahli geologi lulusan Universitas Oxford Inggris yang juga penulis National Geographic mengatakan bahwa ledakan itu adalah yang paling besar, suara paling keras dan peristiwa vulkanik yang paling meluluhlantakkan dalam sejarah manusia modern. Suara letusannya terdengar sampai 4.600 km dari pusat letusan dan bahkan dapat didengar oleh 1/8 penduduk bumi saat itu.

Ledakan Krakatau telah melemparkan batu-batu apung dan abu vulkanik dengan volume 18 kilometer kubik. Semburan debu vulkanisnya mencapai 80 km. Benda-benda keras yang berhamburan ke udara itu jatuh di dataran pulau Jawa dan Sumatra bahkan sampai ke Sri Lanka, India, Pakistan, Australia dan Selandia Baru.

Letusan itu menghancurkan Gunung Danan, Gunung Perbuwatan serta sebagian Gunung Rakata di mana setengah kerucutnya hilang, membuat cekungan selebar 7 km dan sedalam 250 meter. Tsunami (gelombang laut) naik setinggi 40 meter menghancurkan desa-desa dan apa saja yang berada di pesisir pantai. Tsunami ini timbul bukan hanya karena letusan tetapi juga longsoran bawah laut.

Tercatat jumlah korban yang tewas mencapai 36.417 orang berasal dari 295 kampung kawasan pantai mulai dari Merak di Kota Cilegon hingga Cilamaya di Karawang, pantai barat Banten hingga Tanjung Layar di Pulau Panaitan (Ujung Kulon serta Sumatra Bagian selatan). Di Ujungkulon, air bah masuk sampai 15 km ke arah barat. Keesokan harinya sampai beberapa hari kemudian, penduduk Jakarta dan Lampung pedalaman tidak lagi melihat matahari. Gelombang Tsunami yang ditimbulkan bahkan merambat hingga ke pantai Hawaii, pantai barat Amerika Tengah dan Semenanjung Arab yang jauhnya 7 ribu kilometer.

Perkembangan Pembentukan Gunung Anak Krakatau Selat Sunda

Anak Krakatau, dua tahun sejak awal terbentuknya. Foto diambil 12 atau 13 Mei 1929

Mulai pada tahun 1900+ atau kurang lebih 44 tahun setelah meletusnya Gunung Krakatau, muncul gunung api yang dikenal sebagai Anak Krakatau dari kawasan kaldera purba tersebut yang masih aktif dan tetap bertambah tingginya. Kecepatan pertumbuhan tingginya sekitar 0.5 meter (20 inci) per bulan. Setiap tahun ia menjadi lebih tinggi sekitar 6 meter (20 kaki) dan lebih lebar 12 meter (40 kaki). Catatan lain menyebutkan penambahan tinggi sekitar 4 cm per tahun dan jika dihitung, maka dalam waktu 25 tahun penambahan tinggi anak Rakata mencapai 190 meter (7.500 inci atau 500 kaki) lebih tinggi dari 25 tahun sebelumnya. Penyebab tingginya gunung itu disebabkan oleh material yang keluar dari perut gunung baru itu. Saat ini ketinggian Anak Krakatau mencapai sekitar 230 meter di atas permukaan laut, sementara Gunung Krakatau sebelumnya memiliki tinggi 813 meter dari permukaan laut.

Pada pukul 21:03 WIB tanggal 22 Desember 2018 (14:03 UTC/23:03 JST), Anak Krakatau meletus dan merusak peralatan seismografi terdekat, meskipun suatu stasiun lain mendeteksi getaran terus-menerus. Pada pukul 21:27 WIB, BMKG mendeteksi suatu tsunami di pesisir barat Banten, meskipun tidak ada peristiwa tektonik. Menurut fakta yang ada, terjadi longsoran dari Gunung Krakatau sebanyak 64 hektare yang memicu goncangan yang berujung kepada tsunamiSedikitnya 426 orang tewas dan 7.202 terluka dan 23 orang hilang akibat peristiwa ini. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), tsunami disebabkan pasang tinggi dan longsor bawah laut karena letusan gunung tersebut.

Gambar Area terdampak tsunami Akibat erupsi Krakatau 1883

Gambar ini merupakan Gambaran Aktivitas Erupsi masa Lalu Gunung Api Krakatau Bulan Mei 1883 hingga Agustus tahun 1883


CATATAN UNTUK DI INGAT :
  1. Longsoran akibat Masa Material  Erupsi  (cukup besar) Yang Jatuh ke laut akibat Letusan ternyata Pernah Memicu Tsunami pada 2018.
  2. Yang perlu di perhatikan Masyarakat Bahaya dari : Bahan gas, Material padat Letusan  dan Aktivitas kegempaan Akibat erupsi.

Tidak ada komentar